Pensil dan Kertas (2)
Secangkir kopi yang dipadukan dengan alunan lagu
bernuansa punk tampak beriringan serasi. Tanpa ada dalih ketidak cocokan satu
sama lain, hanya terasa sempurna. Begitulah sedikit cara yang kulakukan untuk
menenangkan diri dari kesibukan dipagi hari. Lagu menjadi pelampiasan ketika
suasana tidak ingin dicemburui oleh emosi. Maka dari itu sebuah ipod shuffle
tak pernah luput dari genggaman tangan ku dikala berpergian. Setidaknya satu
jam perjalanan menuju sekolah akan terasa lebih cepat disaat ku memasuki dunia playlist
ku. Playlist lagu yang tersimpan pada ipodku memang kurang ramah di telinga
beberapa orang. Karena entah mengapa genre yang merasuki otakku adalah alunan musik punk, metal dan hip
hop. Lagu berdistorsi keras dengan dentuman drum yang bergemuruh. Dibalik kerusuhan
alunanya ku mendapatkan ketenangan disana.
Bel berbunyi, jam
pelajaranpun dimulai. Tak seperti siswa pada umumnya ku baru akan beranjak
menuju kelas ketika memang guru yang akan mengajar sudah nampak. Kadang untuk
membuat suana kelas lebih asik, sering kali ku membuat gaduh untuk bernyanyi sambil
memukul-mukul meja. Bahkan ketika suara dikelas terlalu berisik, guru yang
mengajar disebelah kelasku pun sering menegur. Canda, tawa dan berbagai macam
bumbu selalu hadir disetiap harinya. Hingga terpaku diam ku melihat
ke arah sudut jendela kelasku. Terlihat jelas matahari terlalu bersinar terang
waktu itu. Ku melihat seorang wanita berambut panjang terurai berjalan melewati
jendela. Tak mau kehilangan pandangan, sembari tangan menyenggol teman
sebangku. Dengan wajah sedikit tersenyum ku bertanya, “siapakah dia”. “Larissa
namanya”, jawab temanku dengan nada sedikit mengolok. Sejatinya bidadari adalah
mahluk ciptaan tuhan yang kuyakini berada di kahyangan. Namun ku percaya bahwa bidadari
bisa berwujud manusia juga. Indah, menenangkan. Sempat ku tak percaya dengan
cara kerja mataku, namun keesokan harinya ku selalu melihatnya berjalan
dilorong menuju kelasnya. Kelas larissa tepat berada di seberang kelasku. Hal
itulah yang menjadikan sudut jendela di kelas adalah tempat favoritku.
Bagai prajurit
perang yang berjuang untuk satu tujuan, yaitu kemenangan. Ku mulai mengumpulkan
amunisi untuk memulai perang. Yah, perang melawan hal baru yang ingin ku coba.
Terdengar menggelitik memang, tapi kucoba perlahan. Kala itu, sekolahku
mengadakan school trip lagi. Kali ini ku berangkat ke tempat wisata di sekitar
bogor. Mengunjungi taman safari dan the jungle adalah lokasinya. Kunaiki bus
yang akan mengantarkan rombonganku menuju tujuan. Masing-masing siswa sudah
diatur untuk menaiki bus yang ditata sesuai kelasnya. Walau memang setidaknya
ku berharap agar bisa satu bus dengannya. Duduk di samping jendela bus,
sambil berharap mendapatkan pemandangan indah seperti biasanya. Sang bidadari
nampak di sana, bus nomor 4. Tak lama ku duduk, rombonganpun mulai berangkat
meninggalkan sekolah. Suasana semakin gaduh didalam bus, namun entah mengapa
terasa sepi dalam hati ini.
Sejenak kulupakan masalah hati, dan mulai berinteraksi. Ipod ku simpan, karena kurasa belum saatnya ku masuki dunia playlistku. Sekitar 4 jam ku menempuh perjalanan, akhirnya sampai ke lokasi pertama yaitu taman safari. Yah hanya sekedar melihat ekosistem buatan untuk hewan yang ada disana. Sejenak kami beristirahat disana, karena sudah waktunya jam makan siang. Ku santap makanan yang ada, lalu sejenak terpaku kedalam satu arah. Tepat di depan meja makanku, larissa duduk disana. Dalam hati ingin ku menghampirinya untuk sekedar berjabat tangan. Namun seperti kaki ku tertancap oleh paku yang entah mengapa seakan sulit untuk beranjak. Hingga akhir jam istirahat tak sedikitpun kaki ini melangkah dari meja makan. Ku lanjutkan perjalan menuju tempat terakhir dengan sedikit beban penyesalan.
Senja (Source : Pinterest)
Tak ada hal spesial memang di waterpark ,hanya beberapa momen bersama kawan. Senja sudah mulai menampakan warnanya, aktifitas
pada hari itu pun berakhir. Momen langka seakan terulang kembali. Larissa
berdiri disampingku menunggu bus datang. Tak ingin tiba-tiba hilang ingatan ku
memberanikan diri untuk sekedar mengucap. “Hai boleh kenalan ga?” nadaku minor
diantara suara mayor yang ada. Melihatku sambil tersenyum dan terucap kata-kata
sakti “Boleh kok, larissa” ucapnya. Entah lah apa yang kupikirkan seolah-olah
ku menjadi seorang ilmuwan yang menciptakan mesin waktu, waktu ku buat berhenti
sejenak. “hei, G kan yah?” ucapnya kembali. “iyah hehe kok tau” jawabku
dengan sedikit malu. “Haha iyah kan diseragam sekolahmu ada nametagnya “. Bus
pun datang seakan memaksaku untuk kembali pulang dan menyudahi semua momen
indah yang terjadi. Ku ambil kembali ipod didalam tasku, saatnya ku memasuki
dunia playlist. Apa iyah dia memperhatikanku juga? Apa hanya kebetulan saja?.
Ku sudahi semua argumen itu, dan hanya mengingat bahwa hari ini adalah sejarah baru
bagi seorang lelaki. Ku ambil pensil dan kertas lalu mulai menuliskan sedikit cerita dongeng yang menjadi nyata. Lelaki yang hanya bisa melihatnya dari sudut jauh ternyata
bisa juga mendengar halus suaranya dari dekat.
Comments
Post a Comment