School is Sucks (4)

Sketch of Sad Rabbit (Source : Personal Footage)

Goresan yang di torehkan pada media memiliki cerita dari setiap garisnya, linier terhubung satu sama lain menciptakan bentuk yang baru. Dunia seni selalu memiliki daya tarik tersendiri bagiku walau memang kemampuan ku tak sebanding dengan karya Picasso atau se tenar lukisan Van Gogh. Seperti terapi, menggambar ku lakukan sepenuh hati tanpa ada beban. Hanya ingin selesai ketika ku ingin menyelesaikannya, hanya merasa puas tanpa perlu pendapat dari orang lain. Sempat terbayang untuk menjadi seniman sejati yang hidup dari hasil karya seni tapi “apakah seniman layak dijadikan sebuah profesi ?” ucap kedua orang tuaku. Tak ku ambil pusing, menggambar ku anggap sebagai jalur alternatif ketika patah hati. Di meja, dinding, buku pelajaran, buku tulis milik sendiri atau bahkan milik teman yang terlihat polos ku jadikan media untuk menggambar. Walau jahil pembelaan ku adalah “gapapa, soalnya nanti mah gambaran aku mahal harganya”.

Sketch of Sad Rabbit (Source : Pinterest)

Matahari begitu terik kala itu, Pendidikan Kewarganegaraan adalah hidangan penutup pada hari itu. Beruntung bukan pelajaran yang membuat kepala semakin panas, ditambah guru yang nyentrik bernama Pak Otong. Beliau guru yang sangat unik selain pembawaannya yang nyeleneh beliau menetapkan aturan “Setiap orang membeli LKS dapat jaminan nilai 80” tentunya membahagiakan seluruh murid kelas. Namun tetap pada konteks beliau mengajar dengan baik, walau terdengar sepele namun ku rasa bila tanpa ada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kami anak muda harapan bangsa ini takan mengenal institusi hukum di negeri ini dengan benar. Selain itu sering kali disisipkan pesan moral yang membentuk pribadi kami menjadi lebih baik. Banyak orang yang tak menyukai pelajaran tersebut karena terkesan sangat teoritis, memang benar tapi apa jadinya bangsa ini bila pemudanya tak peduli dengan institusi negaranya sendiri. Mungkin akan muncul banyak *Social Justice Warrior yang mungkin tak paham betul dengan konteks yang ia bela.

Bordax (Source : Personal Footage)

Waktu menunjukan 14:45 namun kelas berakhir lebih cepat sebelum waktunya. Karena terlalu mepet untukku mengejar jadwal kereta pulang, ku putuskan untuk singgah ke tongkrongan yang biasa kami datangi. Semenjak tingkat 11 ini ku mempunyai tempat nongkrong baru hasil dari ajakan Putra. Sebuah warung yang terletak di jajaran bawah jalan anggrek disitulah tempat kami biasa berkumpul. Tak hanya kami yang satu sekolah, banyak teman baru yang berangkat dari sekolah berbeda. Karena tongkrongan tersebut merupakan tempat berkumpulnya teman satu SMP Putra. Mengenal orang baru, mendekatkan satu sama lain, walau stigma tongkrongan terkadang jelek dimata masyarakat tapi ku maknai sebagai tempat ku mengembangkan lingkaran pertemanan. Bergurau, sharing, menikmati segelas kopi dan rokok hasil dari patungan. Terkesan sederhana namun bersama kami merasa orang paling kaya di dunia. Manusia yang hadir pun cukup beragam ada yang bahagia karena baru jadian hingga yang murung karena putus cinta. Kala itu hal yang ingin ku mintai pendapat adalah tentang “Himawari” entah apa yang ada di dalam otak manusia aneh disana yang berujung pada hal yang tidak-tidak. Yang setelah diselidiki Himawari memang sudah memiliki kekasih, yah sudahlah anggapku hanya sebagai bekal obrolan cinta miliku. See loving someone never been so easy for me.

Just a laptop and other (Source : Personal Footage)

Pada dasarnya Himawari dan ku cukup jarang berinteraksi di kelas atau bahkan di luar kelas. Bahkan dalam dunia maya baru belakangan ini ku mengikuti twitter miliknya. Kala itu blackberry adalah handphone yang cukup banyak digunakan tapi bukan ku salah satunya. Pikirku akan lebih mudah bila ku memiliki blackberry karena memiliki blackberry messenger untuk bercakap sedangkan diriku masih menggunakan yahoo messenger dan facebook. Disamping itu ku putuskan untuk membuat akun miliki IPA 5 yang digunakan sebagai sarana luas penyebar berita mengenai kegiatan sekolah, khususnya anggota kelas IPA 5. Antusiasme menggunakan akun kelas membuatku jarang menggunakan akun milik sendiri. Hingga pada akhirnya interaksi ku dengan Himawari dimulai, ya melalui akun IPA 5. Karena sebetulnya tak banyak yang tahu siapa admin akun kelas tersebut, ku nikmati tanpa batas karena merasa bebas. Berawal dari sebuah mention, ku mulai mencoba melakukan direct message terhadap Himawari. Responnya yang cukup baik membuatku akhirnya memberikan identitas, sedikit ragu namun Himawari memberikan nomor telepon dan akun Yahoo nya. Shit is this a hope? Atau hanya sebatas teman kelas. Sebelumnya ku belum pernah mengalami jatuh cinta pada wanita yang sudah memiliki kekasih, keadaan ini cukup membuat ku bingung apalagi dikaitkan dengan dilema perasaan antara teman atau gebetan.  
  


Comments

Popular posts from this blog

Amarah, Senyum, dan AIR MATA (4)

Last Tears From 2019.

Self Cure (2)