School Is Sucks
This train name is Baraya Geulis, funny but there it is (Source : Personal Footage)
Pagi merupakan awal yang baru di tingkat 11
masa sekolah, terseleksi kedalam kelas IPA yang sejujurnya tak tahu apa yang
harus ku kejar disana. New year, new class, new friends. Kala ku memasuki
halaman sekolah hal yang ku tuju adalah mading yang sudah ramai di kerumuni. Pembagian
kelas tertera di mading, yes for more than 300 people looking at the same paper
sheet. That’s why on some reason i hate school. Ku lebih menunggu di kantin,
membiarkan semua orang berkerumun terlebih dahulu. “IPA 5 maneh” salah satu
teman ku datang sembari menunjuki ku, dia adalah Joe. Teman seperjuangan yang
berangkat dari asal yang sama menuju sekolah setiap hari menggunakan kereta. Sejak
itulah kami berteman.
Di tahun ajaran baru ini selain ku yang naik
kelas, kelas 3 yang sudah beranjak lulus datang pula murid baru tingkat 10. Mereka
berkumpul lebih pagi dan memulai lebih dulu aktifitas sekolah untuk mengikuti
program orientasi. Memakai hiasan kepala yang aneh dan kalung warna-warni
sebagai tanda. Orientasi yang lebih ke arah penurunan harga diri yang dilakukan
turun temurun lebih tepatnya. Senior are kings, freshman are shit. Kala ku
ingat tingkat 10 ku, hal gila terjadi di hari ke 7 saat pertama ku memasuki
sekolah. Di kantin pukul 11:30 dijam istirahat. Perkelahian antara tingkat 11
dan 12. Entah terinfluence dari film Crow Zero mereka saling bertukar kepalan
pada wajah. You know what they fighting for? Over a girl!. Crazy. Bel
sekolahpun berbunyi, beranjak lah ku mencari kelas baru. Hanya beberapa orang
yang ku kenali, diantaranya adalah teman lamaku di tingkat 10. Bari, fais,
fitri, putri dan siswi hanya 5 orang di kelas ini yang ku kenal.
Kami duduk berdekatan karena tak ada lagi
teman yang akrab dikelas baru. Begitu pula dengan yang lain. Obrolan kecil
terjadi hanya didalam kelompok-kelompok tersebut. Hingga datang wali kelas kami
memberi sambutan kecil dan mulai menetapkan bagan organisasi kelas. “Putra putra bu siap jadi Ketua Murid” salah satu dari kami berteriak menyebutkan nama
seseorang. Sejak saat itulah putra ditetapkan sebagai ketua murid walau memang
ia sedikit kebingungan, tapi perlahan ia menerima tanggung jawab tersebut. Dan
entah mengapa ku diposisikan sebagai seksi kerohanian, bagai anjing yang
didandani kucing, bukan sosok yang religius, bukan ahli ilmu ke agamaan. Shit i
really fucked up for the whole year. Yang memang setelah ku teliti sama sekali
tak ada yang cocok antara bagan organisasi dengan pribadi masing-masing. Yaah
begitulah hari pertamaku di tingkat 11. Entah ada cerita apa 1 tahun kedepan
bersama mereka. Teman-teman baru.
Comments
Post a Comment