Self Cure
Angin yang
menghembus diiringi tetesan air hujan, membasahi seluruh sudut bumi. Petrichor* mulai tercium dikala tetesan air hujan menyentuh permukaan tanah yang kering
akibat musim kemarau. Bunga disisi jalan kini tak lagi bermekaran, hanya
menyisakan dedaunan kering berjatuhan diatasnya. Debu yang terbang kini hilang
terbawa derasnya hujan. Rima dan melodi mulai tercipta yang diakibatkan benturan antara air hujan dengan logam. Selalu ada hal indah diantara
derasnya badai, kutemukan kedamaian dalam gaduhnya perbedaan.
Tak terasa kini
kehidupan ku menjadi seperti sedia kala, sudah berbulan-bulan lamanya ku sudahi
hubunganku dengan Nina. Walau tak kutemui lagi sosoknya tapi kenangan
bersamanya masih dapat ku rasa dan ku ingat. Selepas dari itu banyak hal
terjadi dalam hidupku, dimulai dari problema keluarga yang semakin memburuk. Satu
dan lain hal, ekonomi keluarga ku semakin memburuk. Uang jajan yang biasa ku
nikmati setiap minggunya, kini nominalnya semakin berkurang. Kala ku ingat
malam itu, ku terduduk di tangga rumahku. Melihat kedua orang tuaku duduk di
sofa, dan terduduk rapi pula kedua kakak perempuan ku. Setelah sekian lamanya,
air mata kembali ku lihat menetes dari seluruh wajah wanita dalam keluargaku. Kubenci
dengan hal ini, kubenci dengan jalannya dunia. Mengapa hal buruk selalu terjadi
dalam kehidupan pribadiku. Ingin ku berontak atas ketidak adilan ini, tapi apa daya diri ini hanya mahluk kecil yang
tak punya banyak daya.
Sekarang ku
berpindah kerumah baruku, yang tak lagi sama. Memindahkan barang-barang lama,
merapihkan nya kedalam tempat baru. Walau sebenarnya ku sama sekali tak ingin
berpindah dari rumah lamaku, karena masa kecilku terekam disana berbaur bersama
banyak teman. Kondisi berkata lain, kini rumah lamaku telah berganti pemilik. Hanya
bisa meyakini diri untuk terus melangkah, mencoba yakin bahwa hujan badai takan
selamanya. Kusadari setelah pertengahan semester akademisku menurun. Dikala ku
beradaptasi dengan suasana baru, ku harus mengejar ketertinggalan ku dalam
pelajaran disekolah.
Sekolah bukan
sekedar tempat menimba ilmu bagiku, melainkan tempat pelarian ketika ku tak
ingin mengingat urusan dirumah. Ada Ferdy, Nandi, I Gede, serta banyak lagi
teman yang selalu berhasil membuatku menikmati kebahagiaan. Berusaha sekeras
mungkin untuk menaikan motivasi belajarku, mengesampingkan segala hal yang ku
rasa menjadi tak penting. Bermain game online, sudah tak lagi kulakukan. Semakin
sering ku menghabiskan waktu luangku untuk melatih imajinasi dalam bentuk gambar.
Sembari mendengarkan radio didalam kamar kecilku, satu persatu lembaran kertas
polos berganti dengan gambar-gambar buatanku. Walau memang ku tak mempunyai
bakat dalam hal itu, tapi ku terus berlatih.
Seiring dengan
berjalannya waktu kini playlistku bertambah satu genre baru, Hip-Hop. Entah
kumulai dari mana, yang jelas band yang menjembatani ku dalam genre ini adalah
Linkin Park dan Limp Bizkit. Dengan alunan musik rock dan metal, namun
dipadukan dengan lirikal rap. Sentuhan yang cukup awam ku dengar. Lalu lagu hip
hop pertama yang ku dengar adalah mockingbird dari eminem. Salah satu musisi
yang menepis stereotype bahwa musik hip hop adalah musik orang kulit hitam.
Setidaknya influence musik tersebut yang membuatku tertarik kedalam dunia
gambar dengan street style, entah gaya graffiti atau mural.
Dokter adalah
profesi yang sejatinya berjasa untuk menyembuhkan segala keluhan penyakit
manusia. “Dokter apakah kamu dapat menyebuhkan saya, membuat saya tetap sehat”.
Tanpa disadari kita lupa, tak ada yang lebih mengetahui diri ini selain kita
sendiri. Secara fisik ku tak sedang mengalami sakit apapun, tapi jauh didalam
mental kini ku sedang mencoba melawan. Obat yang kupilih adalah menuangkannya kedalam
selembar kertas dan pena.
* Petrichor/ petrikor : aroma alami yang dihasilkan ketika air hujan pertama kali bersentuhan dengan tanah yang kering.
Udah lama ga baca tulisan, curhatan yg puitis :) ehhh nemu and indah banget kata katanya
ReplyDeleteWadaww makasih loh elfa, semoga suka dan selamat membaca :)
Delete