Amarah, Senyum, dan AIR MATA (4)


Neighborhood on a pixel art (Source : Pinterest)

Dari seluruh emosi yang ada, setelah seluruh kemampuan manusia telah diujung batas, ketika kata tak lagi bisa terucap, ketika tubuh tak bisa lagi bergerak, hingga titik emosi berada pada puncaknya, yang tersisa hanya air mata. Menuangkan seluruh perasaan yang dipendam, meneteskan satu persatu rasa yang terpendam lama. Entahlah indahnya hidup ini mengapa selalu di ikuti sebuah tetesan air mata, mungkin salah satu bentuk pelampiasan manusia. Entah tentang bahagia, atau sebuah derita. Air mata hadir mewakili itu semua. Lebih dari sejuta makna, air mata mempunyai definisi galaksi tak terbatas.

Ku tak tahu harus dimulai dari mana, tangan ini terasa kaku untuk menuliskan cerita. Membayangkan banyak hal yang telah ku lalui satu persatu. Antara cerita, realita dan dilema. Menumpuk banyak pertanyaan, namun tak urung terjawab. Hanya bertambah menempati ruang kosong membuat tumpukan baru. Berkaitan dengan kehidupanku sekarang, ku bertanya “Mengapa manusia di ciptakan memiliki sebuah perasaan, mengapa tak diciptakan dingin sererti layaknya es”.

Faded away (Source : Pinterest)

Kian hari berlalu, entah mengapa rasa yang dulu pernah ada sekarang terkikis oleh kehampaan. Tak kupungkiri, perasaan ku terhadap Nina kini tak sama lagi seperti itu. Akhir-akhir ini ku makin sering bertukar obrolan dengan teman ketimbang dengannya. Membuka sudut pandang baru, mencari sedikit penyegaran dari hubungaku yang semakin semu. Sering kali ku mencurahkan isi hati tentang hubunganku dengan Nina kepada beberapa orang temanku. Dimulai dari 4 serangkai, hingga Winny yang akhir-akhir ini semakin sering berinteraksi. Terlebih ku pikir Winny lebih mengetahui pasti tentang cinta, karena mungkin secara garis waktu ia memiliki pengalaman lebih dariku. Memang ku sadari terlalu fokus ku memikirkan hubungan dengan Nina, hingga ku lupa ada seorang teman yang bisa menjadi pelampiasan dikala tak ada lagi tempat bersandar. Entah dengan cara apa dilakukan hanya untuk menghibur seorang teman. Melepas beban kedalam sebuah tawa, lepas tak terhalangi kabut gelap.

Selepas tertawa lepas dari lingkungan seorang teman, kembali ku pulang dan merasakan datangnya sepi kembali. Entahlah ku bingung dengan semua ini, menjadi tidak percaya dengan ungkapan cinta akan membawa kebahagiaan. Atau mungkin ada yang salah dengan diri ku, salah dengan cara ku memaknai itu. Entahlah kuterlalu bodoh untuk memikirkan hal itu. Sekedar untuk mencari jawaban, ku mulai bercerita kepada seseorang. Iyah, Winny orang yang tepat pikirku. Disamping kami sudah saling mengenal satu sama lain, ia adalah seorang teman wanita terdekat yang bisa ku ajak berbincang. Kadang ku bingung, mengapa rasa kebahagiaan muncul bukan dari orang yang kita anggap spesial. Melainkan datang dari seorang teman, bukan dari kekasih hati yang kita idam kan. Semua playlist lagu yang ku dengar terasa menjadi hambar, tak ada makna sedikit pun yang kudapat dari tulisan jujur seorang musisi. Malam menjadi waktu tepat untuk duduk termenung, memikirkan apa yang harus kulakukan. Hingga suatu keputusan dibuat.

Sad girl (Source : Pinterest)

Tak pernah ku sebodoh ini, gelisah ku di buatnya. Kembali ku merasakan takut, takut dengan semua keputusan yang kulakukan menjadi salah. Ku tak pernah menyalahkan Nina atas semua ini, hanya diriku yang selalu menjadi penyebabnya. Tak pernah terbesit sedikitpun untuk menyayat hati seseorang dalam hidup ini. Entah dengan alasan kebaikan, atau ego ku yang besar. Ku telah membuat hati seorang wanita terpecah belah. Walau ku tahu kata perpisahaan adalah hal yang dibencinya, tapi diri ini sudah cukup muak melakukan permintaan maaf. Ku tak ingin kembali meminta maaf karena seringnya diri ini membuat kesalahan bahkan pertengkaran. Tak ingin hati tulusnya tersakiti lagi oleh seorang lelaki sepertiku. Lelaki yang mungkin tak pantas sama sekali menjadi pujaan hatinya. Ku ucap terima kasih atas semua kesempatan yang telah diberikan padaku, sekaligus melontarkan permintaan maaf terakhirku padanya. Hingga air mata dari kedua matanya, mulai menetes membasahi kedua pipinya.

Dalam menjalin suatu hubungan, secara tidak sadar kita memikul beban tambahan dalam diri. Menambah satu hal yang harus dipikirkan. Mungkin ego ku terlalu besar untuk itu, diri ini ku nilai belum cukup mampu untuk menampung banyak emosi. Tak ingin menjadi beban terhadap orang lain, ku putuskan untuk berpisah. Entah apa yang lebih menyakitkan dari itu, air mata cukup menggambarkan bahwa hari itu ku sudah menghancurkan hati seseorang. Tanpa sepatah kata yang terucap, air mata datang mewakilinya.


                                                                                                                                                     


Comments

Popular posts from this blog

Last Tears From 2019.

Self Cure (2)