[Another Life Chapter] Pesan Bahagia
Entah apa yang
sedang ku resahkan umur yang semakin bertambah, linier dengan tanggung jawab
yang kian membesar. Sejak kepergian bapak semakin sering ku terdiam dalam
lamunan memikirkan banyak hal. Mulai dari hal realistis hingga hal yang entah
akan terjadi atau tidak. Walau memang tak kuhendaki, kala malam tiba pikiran
tersebut selalu datang menghantui. Sendiriku disudut kamar ditemani segelas teh
manis hangat. Terpikir akan kehidupan yang akan ku jalani kelak, orang lain
berkata mulai esok kehidupanmu akan berubah. Resmi menyandang gelar sarjana
teknik hingga menghadiri prosesi wisuda.
Sedari kecil tak banyak prestasi kubuat yang mampu membuatmu bangga, hanya kenakalan demi kenalakan yang dapat kulakukan. Kala kakak pertamaku sangat cemerlang oleh bakatnya yang seringkali memboyong piala dan piagam dalam bersastra dan kakak keduaku yang begitu cerdas dalam akademiknya selalu menempati peringkat 3 besar dalam masa sekolahnya. Ambisiku selalu menyala walau memang tak menghasilkan apa-apa. Kehidupanku berjalan biasa saja tanpa ada secuil prestasi yang berhaga.
Sedari kecil tak banyak prestasi kubuat yang mampu membuatmu bangga, hanya kenakalan demi kenalakan yang dapat kulakukan. Kala kakak pertamaku sangat cemerlang oleh bakatnya yang seringkali memboyong piala dan piagam dalam bersastra dan kakak keduaku yang begitu cerdas dalam akademiknya selalu menempati peringkat 3 besar dalam masa sekolahnya. Ambisiku selalu menyala walau memang tak menghasilkan apa-apa. Kehidupanku berjalan biasa saja tanpa ada secuil prestasi yang berhaga.
Lilin kecil
berbentuk angka empat menghiasi kue ulang tahun adalah pesta perayaan ulang tahun yang ku
ingat. Bertaburkan ucapan dan pelukan dari sanak saudara dan teman. Berpakaian
ABRI ku berdiri bangga memakainya. Sesekali ku tiup peluit yang tersambat
dibahu kananku. Semangat ku membuka bingkisan kado yang dibawa setiap orang. Tak
ada hal lain yang kupikirkan kala itu hanya mampu mengingatnya sebagai perayaan
ulang tahun terakhir dalam hidupku. Retorika anak bungsu yang selalu dimanja
kiniku hanya diam tak berkata apa-apa kala ada keinginan. Sejak tahun pertama
ku dibangku SMA hingga detik ini ku tak pernah lagi meminta dibelikan hadiah
atau barang yang ku inginkan. Tak pernah mengeluh ketika uang jajanku tak sama
dengan lainnya, tak pernah mengeluh ketika temanku memiliki komputer canggih
untuk bermain game.
Sempat berpikir apakah kedua orang tuaku bangga atas lahirnya anak lelaki satu-satunya dalam keluarga. Mencoba lepas dari lamunan tersebut. Kujalani hidup dengan kemampuan terbaikku. 2016 adalah tahun pertama ku dapat penghasilan setelah satu periode mengabdi sebagai asisten laboratorium di kampus. Ku berikan setengah dari penghasilanku kepada mamah, tak banyak memang namun setidaknya cukup membuatku puas dan merasa bangga akan diri ini. Hingga tiba di tahun 2017 dimana ku tak pernah tahu bahwa nasihat “de semangat kuliahna geura bereskeun, bapak teu nyungkeun dede kudu jadi jelema kumaha, teu kudu jadi jelema beunghar nu penting mah cukup keur keperluan keluarga, teu poho kakolot jeung ka lanceuk-lanceuk dede” adalah nasihat terakhir untuk selamanya yang diucapkan bapak padaku. Ku tak tahu bagaimana mengungkapkan rasa dalam diri ini ketika salah satu tujuan hidupku telah tiada. Seperti semesta tak senang ketika ku berbahagia, seperti matahari tak lagi menyinari setiap langkahku.
Sempat berpikir apakah kedua orang tuaku bangga atas lahirnya anak lelaki satu-satunya dalam keluarga. Mencoba lepas dari lamunan tersebut. Kujalani hidup dengan kemampuan terbaikku. 2016 adalah tahun pertama ku dapat penghasilan setelah satu periode mengabdi sebagai asisten laboratorium di kampus. Ku berikan setengah dari penghasilanku kepada mamah, tak banyak memang namun setidaknya cukup membuatku puas dan merasa bangga akan diri ini. Hingga tiba di tahun 2017 dimana ku tak pernah tahu bahwa nasihat “de semangat kuliahna geura bereskeun, bapak teu nyungkeun dede kudu jadi jelema kumaha, teu kudu jadi jelema beunghar nu penting mah cukup keur keperluan keluarga, teu poho kakolot jeung ka lanceuk-lanceuk dede” adalah nasihat terakhir untuk selamanya yang diucapkan bapak padaku. Ku tak tahu bagaimana mengungkapkan rasa dalam diri ini ketika salah satu tujuan hidupku telah tiada. Seperti semesta tak senang ketika ku berbahagia, seperti matahari tak lagi menyinari setiap langkahku.
2019 momen indah yang takan pernah kulupakan, walau tanpa foto keluarga, walau tak didampingi kedua orang tua. Hanya mamahku seorang diri yang datang menghadiri prosesi penyematan gelar sarjanaku. Ketika momen penuh bangga dapat kuberikan, tapi waktu berkata lain. Walau ku tak pernah tahu apa yang ada dalam pikirannya tapi diri ini berusaha untuk membuatnya bangga atasku. Walau sosoknya sudah tak lagi ada disampingku, namun ajaran yang ia berikan selalu hidup dalam diri ini. Sampai bertemu dalam do’a pak, dede pamit melanjutkan hidup, melanjutkan mimpi yang belum sampai.
Comments
Post a Comment